makalah filsafat pendidikan aliran rekntruksionisme dan implikasinya 2017
MAKALAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN
“ Aliran
Rekotruksinisme dan Implikasinya Dalam Pendidikan”
Tujuan
Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Semester Genap
disusun
Oleh :
ROHIL
AL AZIZAH
AYU
MELINDA SARI
SURI MOULINA
SURI MOULINA
Kelompok
VIII
Dosen Pembimbing
DR
AMSAL AMRI,S,Pd.M,Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Esa, karena berkat rahmad dan karuniaNya semata
sehingga penulis mampu meny elesaikan penyusunan makalah filsafat pendidikan yang
berjudul “ ALIRAN REKONTRUKSIONIME DAN IMPLIKASINYA” dengan tepat waktu.
Penyusunan laporan ini adalah untuk
memenuhi tugas akhir semester genap di Universitas syiah kuala Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.. Penyusunan makalah ini dapat terlaksana dengan
baik.Walaupun di dalam penyusunan nya terdapat banyak suka duka yang telah dilewati.tetapi
berkat bantuan dari berbagai pihak
.Untuk itu pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak DR
Amsal Amri,S.Pd,M.Pd selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan masukan ilmu dan berbagai kritikan yang
telah banyak memotivasi kami untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak lupa pula
teman teman sekalian yang telah banyak membantu memberikan semangat untuk
segera menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Semoga
makalah filsafat pendidikan ini
memberikan Banyak manfaat bagi orang lain dan dapat pula menjadi referensi sumber ilmu.Tetapi
seperti yang kita ketahui tidak ada yang sempurna masih banyak kekurangan
didalam laporan yang telah saya susun.
Oleh
karena itu penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
untuk makalah ini.Akhir kata saya mengucapkan terimakasih,Semoga hasil laporan
praktikum ini bermanfaat .
Banda Aceh,9 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Aliran Rekonstruksionisme 3
2.2
Pandangan-Pandangan Aliran
rekonstruksionime 5
2.3
Prinsip-Prinsip Aliran rekonstruksionime 6
2.4 Impilikas Aliran rekonstruksionime Dalam Pendidikan 10
2.5 Tokoh-Tokoh
Aliran rekonstruksionime 12
2.6 Perkembangan
Aliran rekonstruksionisme di Indonesia 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA iv
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Didalam
sebuah pendidikan terdapat aspek teoritik dan praktek,dimana keduanya adalah
hal yang penting dan dapat juga
dianologikan sebagai dua sisi mata uang
karena saling berhubungan dan saling
membutuhkan. Pendidikan sebagai tindakan merupakan proses yang sudah barang
tentu beraspek teoretik dan praktek. Aspek praktek dari pendidikan perlu
memperoleh perhatian yang cukup baik bagi pengembangan ilmunya maupun bagi
peningkatan keberhasilannya dalam praktek. Teori pendidikan dikembangkan secara
sistematis sehingga diperoleh ilmu pendidikan sistematis dan fakta-fakta dari
pendidikan yang telah lampau sehingga diperoleh ilmu pendidikan historis. Ilmu
pendidikan memiliki sifat komprehensif sehingga mengandung kemungkinan pengembangan
yang cukup luas (Barnadib, 1994:2-3).
Banyak
orang menilai bahwa praktik pendidikan dewasa ini masih jauh dari yang
diharapkan. Mulai dari biaya pendidikan mahal, guru yang tidak berkualitas,
kurikulumnya yang marketing oriented,
bahkan hingga kenakalan para pelajar. Semua permasalahan itu seolah
hanya ditumpah-ruahkan terhadap satu pihak, yakni lembaga pendidikan, seolah
tidak menyadari bahwa dirinya pernah menjadi peserta didik di sana. Muncul rasa
tidak puas terhadap kinerja pendidikan nasional. Kata-kata ekstrempun sering
terluapkan; bahwa pendidikan nasional telah gagal menjalankan misinya untuk
membentuk manusia-manusia yang cakap dan berkepribadian serta membangun bangsa
yang berkarakter. Konon pendidikan hanya bisa menghasilkan koruptor, kolutor,
provokator, dan manusia-manusia tidak berbudi lainnya. Keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan dan terpengaruh oleh kehancuran,
kebingungan serta keragu-raguan, demikianlah menurut pendapat beberapa pemikir
yang menyatakan bahwa budaya modern telah mengalami krisis, sembari berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun konsep baru mengenai pola hidup
kebudayaan yang lebih bercorak modern. Beberapa pemikiran itulah kemudian dikenal
dengan Rekonstruksionisme
Kemunculan filsafat Rekontruksionisme ini berangkat dari
kondisi masyarakat Amerika pada khususnya dan masyarakat industri pada umumnya,
yang semakin meninggalkan sebuah tatanan dunia yang diidam-idamkan.
Perkembangan ilmu, teknologi, dan industrialisasi pada satu sisi memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, akan tetapi disisi lain ia
telah menimbulkan pengaruh-pengaruh yang negatif. Masyarakat yang tenang,
tentram, dan damai, pelan-pelan telah tergiring pada keterasingan. Ada yang
menganggap, kondisi ini karena adanya sifat loises faire, kompetisi yang terlalu berlebihan sehingga
bermuara pada pemenuhan kepentingan individual dari pada kepentingan sosial,
pada masyarakat Amerika.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Aliran
rekontruksionisme?
2.
Apa saja prinsip-prinsip
rekonstruksionisme?
3.
Pandangan-Pandangan aliran
rekonstruksionisme?
4.
Siapa sajakah Tokoh-tokoh aliran
rekontruksionisme?
5.
Bagaimana Perkembangan aliran
rekonstruksionisme diindonesia?
1.3
Tujuan
1.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih
tentang Aliran rekontruksionisme.
2.
Agar mahasiswa dapat mengetahui
perbandingan setiap aliran yang ada di filsafat pendidikan.
3.
Agar mahasiswa dapat menerapakan aliram
rekontruksionisme dalam kehidupan. sehari harinya dan dapat mengubah hal hal
negative ke hal-hal positif yang akan bermanfaat bagi banyak orang.
1.4
Manfaat
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui aliran rekontruksionisme dan impilkasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Dapat
juga dijadikan refensi ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi khalayak ramai.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Aliran
Rekonstruksionisme
Kata
rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris reconstruct,yang berarti
menyusun kembali. Rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang dapat merombak tata susunan lama ke tata susunan
kehidupan yang lebih modern .Aliran rekonstruksionisme pada
prinsipnya sepaham dengan aliran parenialisme yaitu berawal dari krisis kebudayaan
modern.Meskipun demikian prinsip yang dimiliki oleh kedua aliran ini tidaklah
sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran paranialisme. Keduanya mempunyai
visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.Aliran rekonstruksionisme
berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat
manusia.karenanya pembinaaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat
melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan
norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang
sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia menjadikan manusia lebih memiliki karakter
kemanusian yang saat ini sudah luntur,intinya adalah untuk lebih memanusiakan
manusia itu sendiri.
Untuk
mencapai tujuan yang dinginkan rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan
antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan dan seluruh lingkungan nya.maka proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruksionisme perlu melakukan perubahan.Untuk mencapai. Peran
pendidikan adalah mengungkapkan lingkup persoalan budaya manusia dan membangun
kesepakatan seluas mungkin tentang tujuan-tujuan pokok yang akan menata umat
manusia dalam tatanan budaya dunia. Teori belajar rekontstruksi merupakan
teori-teori yang menyatakan bahwa peserta didik itu sendiri yang harus secara
pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai
lagi.
Kemudian
mengenai dimensi-dimensi pembelajaran, rekonstruksionisme yang integratif
dengan pandangan futurisme diartikan dengan memadukan antara pembelajaran
rekonstruksionisme dengan pandangan futurisme yang bertujuan membantu
menyiapkan warga dalam hal ini generasi muda untuk merespon perubahan dan
membuat pilihan-pilihan cerdas mengingat umat manusia bergerak ke masa depan
yang memiliki lebih dari satu konfigurasi. Sehingga filsafat rekonstruksionisme-futuristik
bertujuan mengembangkan masa depan yang lebih menyenangkan melalui pendidikan.Dan
juga aliran ini memandang bahwa sebuah Negara dijalankan dan diperintah oleh rakyat secara demokratis sehingga dapat
tercipta kemakmuran kesajahteraan tanpa ada nya unsure pembedaan baik itu
menurut ras, suku dan agama. Berdasarkan kedua model aliran itulah filsafat
pendidikan rekonstruksi mengembangkan ide-ide pemikirannya. Rekonstruksionisme
mempercayai bahwa realitas sosial itu selalu berubah, sebagai konsekuensinya
mereka memandang sekolah sebagai lembaga sosial, tempat untuk mengembangkan
daya kritis peserta didik untuk melihat berbagai persoalan sosial di
sekitarnya.
Kemunculan
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930. Pandangan Count mengajak para pendidik untuk membuang mentalitas
budaknya, agar secara hati-hati menggapai kekuatan dan kemudian berjuang
membentuk sebuah tatanan sosial baru yang didasarkan pada sistem ekonomi
kolektif dan prinsip-prinsip politik demokratis. Sekaligus menyerukan kalangan
professional pendidikan untuk mengorganisasikan diri dari tingkat Taman
Kanak-Kanank (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) dan menggunakan kekuatan
terorganisir mereka untuk kepentingan-keppentingan masyarakat luas.
Kecenderungan
pemikiran tersebut memunculkan sebuah kebalikan dari peran tradisional sekolah
sebagai pengalih budaya yang bersifat pasif menuju agen reformasi
kemasyarakatan yang bersifat aktif. Dekade 1930-an menampilkan sekelompok orang
yang terkenal sebagai pemikir terkemuka di sekeliling Counts dan Harrold Rugg
di Universitas Columbia. Ide-gagasan para tokoh tersebut secara luas mencakup
aspek-aspek sosial dari pemikiran progresif John Dewey. Pada pasca perang dunia
memperlihatkan munculnya suatu arah baru pada rekonstruksionisme melalui karya
Theodore Brameld. Beberapa karyanya yang berpengaruh adalah Patterns of Educational Philosophy (1950),
Toward a Reconstructed Philosophy of
Education (1956) dan Education
as Power (1965).
Jadi
dapat disimpulkan bahwa aliran rekontruksionisme adalah aliran memperbaiki dari
segi tatananan hidup yang lama ke tatanan hidup yang lebih modern lagi.dengan
cara berkerja sama antar elemen masyarkat yang ada.
2.2
Pandangan-Pandangan
Aliran Rekonstruksionisme
2.2.1
Pandangan
Ontologi
Didalam pandangan ontologi
dapat dijelaskan bagaimana hakikat dari segala sesuatu.Aliran
rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal.sebuah
realita untuk dapat dimengerti kita tidak hanya selalu melihat segala sesuatu
yang konkret tetapi sesuatu yang khusus karena sebuah realita yang ada tidak
pernah terlepas dari sistem,selain substansi yang dipunyai dari tiap sesuatu
tersebut.sebagai substansi sebuah realita akan terus bergerak dari potensialitas
menju ke aktualitas ini dilakukan guna mencapai tujuan yang terarah dengan cara nya masing-masing
karana tiap realita memiliki perspektif tersendiri.Menurut Bakry
(1986:51),aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam
hakikat sebagai sumber,yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam
hakikat ini memiliki cirri yang bebas dan berdiri sendiri dan abadi dan
hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam.Menurut descarates pada umum
nya manusia tidak sulit menerima prinsip dualism ini yang menunjukan bahwa
kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia sementara
kenyataan batin segera diakui denga adanya akal dan perasaan hidup.seorang
tokoh utama scholastic,alselpus menyatakan bahwa secara kritis realita semesta
dapat dipahami dan tidak ada sesuatu dialam ini nyata diluar kekuasaan
tuhan,karena semua itu sebagai perwujudan dari kesepurnaan-Nya.dalam
perkembangan selanjutnya penafsiran ini didukung oleh Thomas Aquinas.menurut
Thomas Aquinas untuk mengetahui realita yang ada harus berdasarkan
iman,sementara perkembangan rasional hanya dapat dijawab dan mesti diikuti
dengan iman.
2.2.2
Pandangan
epistemologis
Kajian epistomologis
ini lebih merujuk kepada aliran pragmatism dan parenialisme.Menurut aliran ini
untuk memahami realita memerlukan suatu asas tahu.artinya adalah tidak mungkin
memahami realita tanpa pengalaman dan hubungan realita terdahulu melalui ilmu pengetahua.karena nya baik indra
maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan dan akal dibawa oleh
pancaindera menjadi pengetahuan yang sesungguh nya.
Aliran ini juga
berpendapat bahwa dasar dari suatukebenaran dapat dibuktikan dengan
self-evidence yakni bukti yang ada pada diri sendiri realita dan
eksistensinya.Dengan kata lain pengetahuan yang benar buktinya ada didalam
pengetahuan ilmu itu sendiri.sebagai ilustrasi adanya tuhan tidak perlu ibuktikan dengan bukti-bukti lain
atas eksistensi tuhan.
Pedoman aliran ini
berasal dari ajaran aristoteles yang membicarakan dua hal pokok yakni pikiran
dan bukti yang menggunakan jalan pemikiran silogisme.silogisme menunjukan
hubungan logis antara premis mayor,premis minor dan Kesimpulan yaknimemakai
cara pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif.
2.2.3
Pandangan
Aksiologi
Di dalam proses
interaksi sesame manusia diperlukan nilai-nilai.Begitu juga dalam hubungn
manusia dengan alam semesta,prosesnya tidak mungkin dilakukan dengan sikap
netral.Dalam hal ini,manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses
penilaian yang merupakan kecenderungan manusia.Tetapi,secara umum ruang lingkup
pengertian”nilai” itu tidak terbatas.
Menurut Imam Barnadib
(1992:69) aliran rekonstruksionisme memandang maslah nilai berdasarkan
asas-asas supranatural,yaitu menerima nilai natural yang universal,ynag
abadi,berdasarkan prinsip nilai teologis.hakikat manusia adalah emanasi
potensial yang berasal dari tuhan.Atas dasar pandangan inilah tinjauan tentang
kebenaran dan keburukan dapat diketahui.kemudian,manusia sebagai subjek telah
memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai kodrat nya kebaikan itu akan tetap tinggal nilainya bila
tidak dikuasai oleh hawa nafsu disinilah akal berperan menentukan.
Neo-Thomisme memandang
bahwa etika ,estetika dan politik sebagi cabang dari filsafat praktis yang
berhubungan dengan prinsip-prinsip moral,kreasi estetika dan organisasi
politik.karena nya dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan
tertinggi yakni bersatu dengan tuhan kemudia berpikir rasiona.Terkait dengan
malah estetika maka hakikat keindahan sesungguhnya adalah tuhan
sendiri.sementara keindahan itu hanyalah keindahan khusu atau pancaran dari
unsure universal yang abadi yakni tuhan.
2.3
Prinsip-Prinsip
Rekonstruksionisme
2.3.1
Penciptaan
tatanan sosial yang mendunia
Persoalan-persoalan
tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam
distribusi kekayaan, proliferasi nuklir,
rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaa teknologi yang tidak bertanggung
jawab telah mengancam dunia dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi
sesegera mungkin.Persoalan-persoalan tersebut menurut kaum rekonstruksionis
berjalan seiring dengan tantangan totalitarianisme modern, yakni hilangnya
nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kebodohan
fungsional penduduk dunia. Singkatnya dunia sedang menghadapi persoalan
persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang tak terbayangkan.
Persoalan-persoalan yang dihadapi sudah sedemikian beratnya sehingga tidak bisa
lagi diabaikan. Mengingat persoalan-persoalan yang bersifat mendunia, maka
soslusinya pun harus demikian. Kerjasama menyeluruh dari semua bangsa adalah
satu-satunya harapan.
Bagi
penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala
keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling
ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di biang sains. Di sisi
lain, terdapat masalah yang sedang mendera yaitu kesenjangan budaya dalam
beradaptasi dengan tatanan dunia baru.
Menurut
rekonstruksionisme, saat ini umat manusia hidup dalam masyarakat dunia yang
mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material
semua orang. Dalam masyarakat ini, sangat mungkin muncul „pengkhayal‟ karena
komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan
menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat di mana
kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dalam dunia semacam
itu, orang-orang selanjutnya berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih
baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
2.3.2
Pendidikan Formal Sebagai Agen Utama Dalam Tatanan Sosial
Sekolah-sekolah
yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionis hanya
akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang
ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar
peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi sosial. Tugas mengubah peran
pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai
kemampuan memusnahkan diri.
Kritik-kritik
rekonstruksi sosial menandaskan bahwa Brameld dan kolega-koleganya memberikan
kepercayaan yang sangat besar terhadap kekuatan guru dan pendidik lainnya untuk
bertindak sebagai instrumen utama perubahan sosial. Komentar kalangan
rekonstruksionis bahwa satu-satunya alternatif bagi rekonstruksi sosial adalah
kekacauan global dan kemusnahan menyeluruh peradaban manusia. Dari perspektif
mereka, pendidikan dapat menjadi instrumen untuk mengaburkan tuntutan mendesak
transformasi sosial dan kemudian merintangi perubahan, atau instrumen untuk
membentuk keyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan.
Kalangan
rekonstruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah memiliki kekuatan untuk
menciptakan perubahan sosial. Disisi lain mereka memandang sekolah sebagai agen
kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena sekolah
menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian
sekolah bisa menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan
agitator utama perubahan sosial.
2.3.3
Penerapan
Prinsip Demokratis dalam Metode Pengajaran
Kaum
rekonstruksionis, sebagaimana halnya aliran-aliran progresif lainnya, tidaklah
tunggal dalam pandangan tentang demokrasisistem politik yang terbaik.
Perspektif yang dibangun bahwa menjadi sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur
demokratis perlu digunakan di ruang kelas setelah para peserta didik diarahkan
kepadakesempatan-kesempatan untuk memilih diantara keragaman pilihan-pilihan
ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld
dalam Knight (2007: 189) menggunakan istilah “pemihakan diferensif” untuk mengungkapkan
posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler
yangkontroversial. Dalam menyikapi hal ini guru membolehkan uji pembuktian
terbuka yang setuju dan tidak setuju dengan pendapatnya, dan menghadirkan
pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain guru jangan
menyembunyikan pendirian-pendiriannya, seharusnya mau mengungkapkan dan
mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini guru harus berupaya agar
pendirian-pendiriannya dapat diterima dalam skala seluas mungkin.Tampaknya
telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu
sedemikian jelas dan tegas sehingga sebagian besar akan setuju terhadap
persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis
diizinkan. Beberapa pengamat memberikan catatan bahwa rekonstruksionisme
mempunyai kepercayaan besar terhadap kecerdasan dan kemauan baik manusia
sebagai kepercayaan utopis.
2.3.4
Pembelajaran
Perubahan Sosial Pada Pendidikan Formal
Pendidikan
harus memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalan-persoalan sosial dan
mendorong mereka untuk secara aktif memberikan solusi. Kesadaran sosial kiranya
dapat ditumbuhkan jika peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan status
quo dan mengkaji isu-isu controversial dalam agama, masyarakat, ekonomi,
politik, dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu para peserta
didik melihat ketidakadilan dan ketidakfungsian beberapa aspek sistem sekarang
ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatf-alternatif bagi
kebijaksanaan konvensional.
Ilmu-ilmu
sosial, seperti antropologi, ekonomi, sosiologi, sains politik, dan psikologi
merupakan landasan kurikuler yang amat membantu kalangan rekonstruksionis untuk
mengidentifikasi lingkup persoalan utama kontroversi, konflik, dan
inkonsistensi. Peran pendidikan adalah mengungkapkan lingkup persoalan budaya
manusia dan membangun kesepakatan seluas mungkin tentang tujuan-tujuan pokok
yang akan menata umat manusia dalam tatanan budaya dunia. Masyarakat dunia yang
ideal, menurut rekonstruksionisme haruslah berada di bawah kontrol mayoritas
warga masyarakat yang secara benar menguasai dan menentukan nasib mereka
sendiri.
Mengenai
kurikulum pendidikan, rekonstruksionisme menganggapnya sebagai subjek matter yang berisikan
masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang beraneka ragam, yang dihadapi
umat manusia, termasuk masalah-masalah sosial dan pribadi
terdidik itu sendiri. Isi kurikulum tersebut berguna
dalam penyusunan disiplin “sains sosial” dan proses penemuan ilmiah (inkuiri
ilmiah) sebagai metode kerja untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
Sementara untuk peranan guru, kaum rekonstruksionis
memiliki pandangan yang sama dengan paham-paham progresivisme. Guru harus
menyadarkan peserta didik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia,
membantu mengidentifikasi masalah-masalah untuk dipecahkannya, sehingga peserta
didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut. Guru harus mendorong
peserta didik untuk dapat berpikir alternatif dalam memecahkan masalah
tersebut. Lebih jauh guru harus membantu menciptakan aktivitas belajar yang
berbeda secara serempak. Sekolah merupakan agen utama untuk perubahan sosial,
politik, dan ekonomi dimasyarakat. Tugas sekolah adalah mengembangkan “rekayasa
sosial”, dengan tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat dewasa ini dan
masyarakat yang akan datang. Sekolah memelopori masyarakat ke arah masyarakat
baru yang diinginkan. Apabila tidak demikian, setiap individu dan kelompok
nantinya akan memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri
sebagai pengaruh dan
progresivisme.
2.3.5
Pembelajaran
Perubahan Sosial pada Pendidikan Formal
Peledakan
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat di era 1970-an, mencuatkan dimensi
baru teori pendidikan oleh Alvin Toffler dalam karya Future Shock. Apa yang dilakukan pendidikan saat ini meskipun
itu merupakan sekolah-sekolah terbaik adalah sebuah anakronisme yang tanpa
harapan. Sekoah-sekolah berjalan atas serangkaian praktik dan asumsi yang
dikembangkan pada era industri, sedangkan masyarakat telah memasuki tahap
superindustri. Akibatnya sekolah-sekolah mendidik generasi muda dengan
penekanan masa lalu, sementara kehidupan saat ini berada dalam tatanan dunia
yang berubah cepat dan terus menerus mati daripada menangani masyarakat baru
yang sedang tumbuh.
Energi besarnya digunakan untuk mencetak
manusia industrial, yaitu manusia yang disiapkan untuk bisa hidup dalam sistem
yang akan mati sebelum mereka eksis. Untuk membantu mencegah kegagapan masa
yang akan datang, yang harus dilakukan adalah menciptakan sebuah sistem
pendidikan superindustrial. Maka dari itu, harus dicari tujuan-tujuan dan
metode-metode di masa yang akan datang, bukan justru di masa lalu. Selanjutnya
diperlukan sistem pendidikan yang melahirkan bayangan-bayangan masa depan yang
berangkaian dan alternatif sehingga peserta didik dan guru memiliki hal-hal
yang mengarahkan perhatian dalam aktivitas pendidikan. Para peserta didik perlu
menguji masa depan yang disukai dan yang mungkin bersamaan dengan mereka
mengkaji masa depan yang disukai dan yang mungkin bersamaan dengan mereka
mengkaji masa depan masyarakat manusia, dan mengembangkan kecakapan yang akan
membimbinnya dengan penuh harapan ke masa depan yang diinginkan.
Kalangan
futuris tidak seperti kalangan rekonstruksionis, tidak mengklain bahwa
sekolah-sekolah dapat secara langsung mengawali perubahan sosial. Tujuan
kalangan futuris adalah membantu menyiapkan warga untuk merespon perubahan dan
membuat pilihan-pilihan cerdas mengingat umat manusia bergerak ke masa depan
yang mempunyai lebih dari satu kemungkinan konfigurasi. Untuk melakukan ini,
kalangan futuris sebagaimana kalangan rekonstruksionis menguji secara kritis
tatanan ekonomi, politik dan sosial yang berkembang. Harold Shane telah menguraikan
secara garis besar kurikulum kalangan futuris yang menyorot ketidakadilan,
kontradiksi, dan problem yang terjadi pada tatanan dunia sekarang. Tekanan
kurikuler dan aktivitas pendidikan yang disampaikan memiliki kesamaan dengan
apa yang dicanangkan oleh kalangan rekonstruksionis dan akibat dari kedua
sistem ini secara garis besar akan sama, yaitu mengembangkan masa depan yang
lebih menyenangkan melalui pendidikan. Berdasarkan perspektif tersebut futurism
dapat dilihat sebagai perluasan dan modifikasi rekonstruksionisme.
2.4
Implikasi Rekonstruksionisme Dalam
Pendidikan
Dalam
pengembangan konstruktivisme dikenal konstruktivisme kognitif, konstruktivisme
sosial, dan konstruktivisme kritis. Konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa
seorang anak membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur yakni membaca,
mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap
lingkungannya, konstruktivisme sosial berpandangan bahwa belajar dilakukan
dalam interaksinya dengan lingkungan sosial maupun fisik seseorang. Pandangan
konstruktivisme kritis adalah bahwa dalam pembelajaran dilakukan dengan
merangsang peserta didik menggunakan teknik-teknik yang kritis.
Implikasi
pandangan ini dalam pendidikan adalah:
1. Tujuan
pendidikan menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan tiap persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
3. Peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
dengan dirinya.
4. Guru berfungsi sebagai moderator, fasilitator
dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.
Power (1982) menggunakan istilah neoprogresivisme untuk aliran rekonstruksionisme, dan
mengemukakan implikasi pendidikannya sebagai berikut:
1.
Tema
Pendidikan merupakan usaha sosial.
Misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial.
2.
Tujuan
Pendidikan
Pendidikan bertanggung jawab dalam
menciptakan aturan sosial yang ideal. Transmisi budaya adalah esensial dalam
masyarakat yang majemuk. Transmisi budaya juga harus mengenal fakta budaya yang
majemuk tersebut.
3.
Kurikulum
Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya
mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan
nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum.
Faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:
a. Tujuan
pendidikan nasional, dijabarkan menjadi tujuan-tujuan institusional, dirinci
menjadi tujuan kurikuler, dirumuskan menjadi tujuan-tujuan instruksional (umum
dan khusus), yang mendasari perencanaan pengajaran.
b. Perkembangan
peserta didik merupakan landasan psikologis yang mencakup psikologi
perkembangan dan psikologi belajar;
c. Mengacu
pada landasan sosiologis dibarengi oleh landasan kultur ekologis.
d. Kebutuhan
pembangunan nasional yang mencakup pengembangan SDM dan pembangunan semua
sektor ekonomi.
e. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya bangsa dengan multi
dimensionalnya.
f. Jenis dan jenjang pendidikan yang
dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.
4.
Kedudukan
siswa
Nilai-nilai budaya siswa yang dibawa
ke sekolah merupakan hal yang berharga. Keluhuran pribadi dan tanggung jawab
sosial ditingkatkan, mana kala rasa hormat diterima semua latar belakang
budaya.
5.
Metode
Sebagai kelanjutan dari pendidikan
progresif, metode aktivitas dibenarkan (learning
by doing).
6.
Peranan
Guru
Guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas
terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya.
Pelajaran sekolah harus mewakili budaya masyarakat.
2.5
Tokoh-Tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
dipelopori oleh George Coun yang meninggal 10 november 1974 di Amerika Serikat
dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Caroline Pratt, Geaoge
Count, Harold Rugg dan Theodore braneld.
2.6
Perkembangan Aliran
Rekontruksionisme di Indonesia
Aliran
rekonstruksionisme dalam pendidikan tidak berjalan dengan baik dan kurang
efektif pernyataan ini muncul dikerenakan banyak nya masalah masalh tindak
kecurangan yang terjadi disekolah misalnya pada saat ujian banyak nya siswa
yang membeli kunci jawaban dan yang menambah ironis nya yaitu dimana sekolah
sekolah demi menyelamatkan nama baik sekolah rela melakukan pembodahan terhadap
siswa nya ini dibuktikan dengan dibeikan nya kunci jawaban kepada
siswa.peristiwa ini sangat ertolak belakang dengan tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia untuk yang lebih baik lagi kedepan nya.
Disinilah
seharusnya peran pemerintah diperlukan
dimana pemerintah diharapkan menemukan solusi dari permasalahan pendidikan yang
ada. Dikarenakan apabila pendidikan nya terganggu maka ini akan berdampak buruk
bagi generasi yang akan datang
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Rekonstruksinisme
berasal dari bahasa inggris yakni reconstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam bahasa Indonesia rekonstruksi biasa diartikan pengembalian
sebagaimana semula. Rekonstruksionisme dalam filsafat pendidikan selalu
diartikan sebagai sebuah aliran yang berupa merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.Rekonstruksionisme
timbul sebagai reaksi terhadap perubahan tata kehidupan masyarakat Amerika pada
umumnya dan masyarakat Negara industry pada umumnya yang semakin jauh dari apa
yang diidamkan. Rekontruksionalisme dipelopori oleh Count dan Rugg pada tahun
1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh dalam aliran ini yaitu : Carroline Pratt, Georg Count, dan
Harold Rugg.
Dalam
konteks pendidikan aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan itu lama dengan membangun tata susunan baru yang
bercorak modern. Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang memiliki
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan
kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang
dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan
Dan implikasi dari aliran rekonstruksionisme adalah agar
setiap peserta didik yang ada dapat menjadi individu yang lebih mandiri dimana
individu tersebut dapat menyelesaikan masalahnya sendiri,kurikulum yang ada
semata mata untuk membangunkan minat lebih peserta didik dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan kurikulum yang sesuai,sedangkan
guru disini hanya sebagai mediator dan
fasilitator dan juga sebagai media bagi peserta didik untuk lebih mendalami
suatu ilmu pengetahuan yang ada.
3.2
Saran
Semoga materi yang
berhubungan tentang aliran rekonstruknisme lebih diperbanyak untuk bahan
referensi bacaann
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin dan Idi,Abdullah.2012.Filsafat
Pendidikan : Manusia,Filsafat,dan Pendidikan.Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Purnamasari,Iin.2015.Rekonstrusionisme-futureristik
dalam pendidikan Indonesia. Jurnal Ilmiah.
Diakses pada tanggal 9 maret
2017.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin dan Idi,Abdullah.2012.Filsafat
Pendidikan : Manusia,Filsafat,dan Pendidikan.Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Purnamasari,Iin.2015.Rekonstrusionisme-futureristik
dalam pendidikan Indonesia. Jurnal Ilmiah.
Diakses pada tanggal 9 maret
2017.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin dan Idi,Abdullah.2012.Filsafat
Pendidikan : Manusia,Filsafat,dan Pendidikan.Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Purnamasari,Iin.2015.Rekonstrusionisme-futureristik
dalam pendidikan Indonesia. Jurnal Ilmiah.
Diakses pada tanggal 9 maret
2017.
Comments
Post a Comment